Senin, 05 Maret 2012

Diskriminasi Terhadap Penderita Lepra/Kusta

Saat mendengar kata "kusta" yang ada dibayangan adalah penyakit menular yang menjijikan. Itulah gambaran yang muncul dibenak sebagian besar masyarakat Indonesia. Stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta oleh masyarakat adalah hal yang sangat disayangkan.Penyakit ini banyak diderita oleh masyarakat yang tegolong kaum marginal dan miskin, yang kehidupan mereka tidak layak baik dari segi sanitasi, gizi dan kesehatannya dimana Indonesia merupakan negara dengan persentase penduduk marginal dan miskinnya tinggi. Semakin banyak kemiskinan, dapat dipastikan masalah kusta akan semakin bertambah jika tidak cepat tanggap. 

Banyak penderita kusta yang di PHK setelah dia difonis menderita kusta. Dihina dan diasingkan oleh tetangga, bahkan ada penderita kusta yang mengaku diusir dari lingkungan tempat tinggalnya. Seperti pengakuan dari Ahmad Zainudin yang dikutip dari transformasilepra.org 


Kusta atau Bukan?
Ahmad Zainudin lahir 31 tahun yang lalu di Lamongan, Jawa Timur. Dia berasal dari keluarga yang hidupnya sederhana. Tak pernah terbayangkan di benaknya bahwa dia akan terkena penyakit kusta. Pada awal 2003, Ahmad Zainudin mengalami keanehan pada tubuhnya. Kaki kanannya sering kesemutan dan mati rasa. Namun, dia tidak terlalu menghiraukannya hingga timbul luka di telapak kakinya. Semakin lama semakin banyak timbul luka di telapak kaki kanannya, tidak kunjung sembuh dan dia mulai kesulitan untuk beraktivitas seperti biasa. Ahmad Zainudin mencoba berobat ke rumah sakit dan melakukan tes darah. Dokter memberi diagnosa kalau dia terkena diabetes atau kencing manis. Hampir setahun dia rutin berobat ke rumah sakit namun lukanya tak juga sembuh. Orang tuanya membawa dia berobat tradisional, menginjak batu bata bakar. Tetapi dia tidak merasakan panasnya batu bata itu. Aneh. Suatu saat dia bermain bola voli dan alangkah kagetnya dia ketika melihat sepatu putihnya. Sepatu yang putih berubah warna menjadi merah. Dan yang lebih mengagetkan lagi, telapak kaki kanan seperti tidak menempel di tulangnya. Namun, dia tidak merasakan sakit sedikitpun. Keesokan hari, dia dibawa ke rumah sakit untuk berobat lagi.Oleh dokter, dia disarankan untuk diet dan minum obat teratur. Setelah beberapa bulan, luka di telapak kaki mulai sembuh, syukurlah.


Akhirnya…...
Namun tak lama setelah luka di kaki sembuh, bercak — bercak putih mulai timbul di wajahnya. Dia mencoba memeriksakan diri ke dokter kulit di rumah sakit. Tetapi anehnya dokter tidak memberitahukan dia terkena penyakit apa dan hanya memberinya surat untuk berobat ke puskesmas. Lalu dia pergi ke puskesmas. Akhirnya… dia tahu bahwa dia telah terkena penyakit kusta. Tak percaya, marah, sedih, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Orang tuanya kaget bukan kepalang hingga mereka membatasi diri untuk bersama dengan anak mereka sendiri. Makan, minum dan tidur selalu sendirian dan harus menjauh dari anggota keluarga yang lain. Meskipun hatinya sedih namun dia mengerti dengan keputusan orang tuanya. Dengan rutin dia berobat ke puskesmas dan setelah 3 bulan, bercak — bercak putih di wajahnya mulai menghilang. Tetapi ketika suatu saat dia pergi ke daerah dingin, dia mulai mengalami reaksi kusta. Muncul bengkak — bengkak merah dan apabila disentuh terasa sakit dan nyeri. Bahkan dia dirawat di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya sampai 25 hari lamanya. Tak lelah dia berobat dan minum obat secara teratur, hingga akhirnya sembuh total dai penyakit kusta. Namun, penderitaan Ahmad Zainudin tidak hanya sampai disitu saja.

Stigma Dan Diskriminasi...
setelah sembuh, Ahmad Zainudin menjadi guru bahasa inggris di tiga (3) SD di Lamongan, Jawa Timur. Tetapi dia mendapatkan diskriminasi bahkan dipecat dari dua (2) Sekolah Dasar tempat dia mengajar. Dan yang lebih menyakitkan lagi, tempat duduk yang dipakainya mengajar sampai dicuci 7 kali oleh pihak sekolah. Mereka berpikir kusta adalah penyakit keturunan,kutukan dan tidak dapat disembuhkan. Dia sangat terpukul dan semakin tumbuh semangat dalam dirinya untuk menghapus stigma dan diskriminasi bagi penderita kusta. Untunglah, SDN Kramat II Lamongan masih menerima dia bekerja sebagai guru, meski hanya guru tidak tetap. Lebih bersyukur lagi tidak ada diskriminasi di sana. Mereka sudah tahu sebenarnya apa itu kusta.

Permata
bertemu dengan orang — orang dari seluruh dunia. Ya, semua itu karena kusta. Pada awal 2008, Ahmad Zainudin menjadi salah satu wakil Indonesia untuk hadir dalam “Leprosy Congress” di India. Setelah itu, dia juga berkesempatan ke makassar dan bertemu dengan saudara — saudara dari berbagai daerah di Indonesia. Dan di Makassar pula akhirnya para mantan penderita kusta sepakat untuk mendirikan perkumpulan yang ingin memerangi kusta di Indonesia. Mereka menamakannya Perhimpunan Mandiri Kusta Indonesia atau disingkat dengan PerMaTa. PerMaTa berupaya menghapus stigma dan diskriminasi bagi penderita kusta sehingga dapat kembali memperoleh kewajiban dan hak seperti orang — orang di sekitar mereka.

Seharusnya sosialisasi tentang penyakit lepra kepada masyarakat harus lebih dtingkatkan, agar diskriminasi terhadap penderita lepra atau kusta ini dapat dihilangkan.  

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India